DON’T
BULLY BE A FRIEND
Kondisi
lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan
menjadi harapan dari semua warga sekolah, termasuk guru dan murid-murid. Dari Kondisi
tersebut tentu saja dapat berdampak pada peningkatan motivasi serta hasil
belajar murid. Tapi apakah bisa satuan pendidikan menciptakan suasana tersebut,
sementara kasus kekerasan seperti perundungan terhadap sesama murid yang
terjadi di satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan sering kita tonton
di layar televisi. Mungkin saja terjadi kasus-kasus perundungan yang tidak
terekspose media, atau bahkan kita sendiri sebagai seorang guru pernah
menyaksikan terjadinya perundungan di sekolah. Nah, bagaimana caranya
menciptakan kondisi lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas
dari kekerasan? Apakah dibutuhkan peran serta dari seluruh warga sekolah?
Melalui buku antologi ini, saya ingin berbagi praktik baik tentang mencegah
terjadinya kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Saya
bertugas sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila di SMPN Satu Atap
Cibulan yang beralamat di Desa Cibulan Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan
Provinsi Jawa Barat. Pada pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2023/2024
saya dihadapkan dengan permasalahan terkait kurangnya motivasi belajar salah
satu murid kelas 7 pada kegiatan pembelajaran Pendidikan Pancasila di kelas.
Ketika di luar kelas pun, saya perhatikan terkadang murid tersebut jarang berinteraksi
dengan rekan-rekannya, dia lebih suka menyendiri. Di lain waktu ketika jam
istirahat, saya mendapati antar murid-murid kelas 7 saling ejek, mereka
memanggil sesama rekannya dengan panggilan nama orang tua. Didorong naluri
seorang guru, saya mencoba menghampiri mereka. Saya menanyakan dasar perbuatan
mereka dengan memanggil rekan-rekannya menggunakan nama orang tua. Menurut
mereka perbuatannya hanya iseng dan bercanda. Rupanya mereka belum sadar atau
belum memahami bahwa perbuatannya termasuk ke dalam jenis perundungan, kemudian
saya menasihati mereka agar tidak kembali melakukan perbuatan tersebut.
Pada
jam istirahat, bertempat di ruang guru, saya menceritakan kembali kejadian
perundungan di sekolah yang sudah saya saksikan sendiri. Ternyata rekan-rekan
guru mata pelajaran lain juga pernah mendapati perbuatan atau kejadian yang
serupa, baik itu di kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Kami menganggap hal tersebut
perlu segera diatasi, serta dicarikan solusinya. Bagaimanapun upaya untuk
mencegah dan menangani terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah harus tetap
menjadi salah satu prioritas yang membuthkan kolaborasi dari seluruh warga
sekolah. Menurut saya, untuk mencegah serta menangani kekerasan yang terjadi di
lingkungan satuan pendidikan, guru perlu menyusun strategi pembelajaran yang
tepat, berpusat pada murid dan dapat menumbuhkan karakter yang sesuai dengan
Profil Pelajar Pancasila.
Saya
menyampaikan pendapat tersebut kepada rekan-rekan guru, bahwasannya terdapat
beberapa solusi yang tepat dan layak untuk diterapkan pada kegiatan
pembelajaran dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan
satuan pendidikan. Solusi pertama, yaitu menerapkan disiplin positif pada
seluruh murid dari kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Ketika murid berperilaku tidak
tepat, ada kemungkinan guru merespon kejadian tersebut dengan memberikan
hukuman dengan berbagai hukuman yang pernah dialami pada masa lalu, menasihati,
menceramahi, memarahi, atau bahkan membiarkan perilaku tidak tepat tersebut
untuk terus dilanjutkan. Konsep disiplin positif adalah pendisiplinan tanpa ada
pengawasan, dan dibangun atas dasar kesadaran dari dalam diri sendiri. Dengan
kata lain, disiplin positif adalah pendekatan yang memampukan seseorang
khususnya anak untuk mengontrol perilakunya dengan kesadaran, bertanggung jawab
atas tindakannya dengan tetap menghormati diri sendiri dan orang lain dalam
upaya untuk menumbuhkembangkan perilaku positif sepanjang hidup.
Upaya
lain untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah dalam bentuk strategi pembelajaran
yaitu memilih tema Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang sesuai
kebutuhan belajar murid, karakteristik dan kondisi lingkungan satuan
pendidikan. Hal ini saya komunikasikan dengan Kepala Sekolah beserta seluruh
rekan-rekan guru dan fasilitator projek melalui forum rapat rutin serta
evaluasi pembelajaran. Dengan memperhatikan raport pendidikan, mempertimbangkan
karakteristik dan kondisi lingkungan
sekolah, mempertimbangkan saran dari seluruh warga sekolah, serta memperhatikan
kebutuhan belajar murid dan sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka, maka dalam
pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila kelas 7/fase D di
pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2023-2024 disepakati memilih tema
“Bangun Jiwa dan Raga”, dengan topik Don’t
Bully, Be A Friend, dimensi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta berakhlak mulia, gotong royong, bernalar kritis dan kreatif.
Dengan
teknik diskusi, presentasi, bermain peran, membuat konten kreatif untuk
mengkampanyekan stop perundungan kemudian diunggah di media sosial seluruh
murid, dan menghasilkan produk film pada
pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, murid-murid akan
memiliki kesempatan (dalam keadaan yang tidak tegang) untuk dapat menceritakan
pengalaman terkait perundungan yang pernah dialami, didengar, atau dilihat.
Sehingga murid-murid akan berani mengeluarkan pendapat terhadap isu perundungan
yang terjadi di sekolah. Pada langkah pertama pelaksanaan Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila, guru/fasilitator projek melakukan sosialisasi isu
perundungan di sekolah dengan mengajak murid-murid berdiskusi bersama terkait
jenis-jenis perundungan, peran mereka, dan apa yang harus dilakukan untuk
mencegah perundungan di sekolah. Guru sebagai fasilitator projek memberikan
pertanyaan pemantik untuk membantu murid menyampaikan pendapatnya terhadap isu
perundungan yang pernah terjadi di sekolah. Guru/fasilitator projek juga
melibatkan seluruh murid dalam diskusi kelompok terkait isu perundungan, dan
mengajak murid berpikir kritis serta terbuka bahwa pihak sekolah siap membantu
memberikan pendampingan serta menyelesaikan kasus perundungan yang terjadi di
sekolah jika murid berani melaporkan, pihak sekolah juga selalu menyediakan
ruang layanan BP/BK atau ruang khusus yang nyaman bagi korban perundungan.
Langkah selanjutnya guru/fasilitator projek membimbing murid untuk membuat
konten di sekolah dengan tema stop perundungan lalu mengunggahnya di sosial
media yang dimiliki murid-murid. Setelah itu, guru membimbing serta mengarahkan
murid dalam pembuatan film pendek berjudul “Aku
Juga Ingin Bahagia”. Film ini berhasil kami selesaikan walaupun dengan
peralatan yang seadanya, kemudian film tersebut saya unggah ke channel YouTube
resmi sekolah @smpnsatapcibulan8679 https://youtu.be/TujMu8pXbJ0?si=hBbUaf4nxEOVU_N2.
Sebagai
langkah terakhir, guru/fasilitator projek mengajak seluruh murid berefleksi
dengan menyimpulkan apa yang sudah mereka pelajari, apa yang mereka rasakan,
dan apa yang harus mereka lakukan nantinya ketika terjadi perundungan di
sekolah. Kegiatan refleksi ini dilakukan dengan menulis atau berbicara langsung
berdasarkan pertanyaan yang diberikan.
Saya
beserta guru/fasilitator projek lainnya sangat terkesan dengan perhatian dan
antusias yang ditunjukkan murid-murid dalam menyelesaikan seluruh aktivitas
ini. Apalagi saat murid diarahkan untuk memposting kegiatan projek di sosial
media, termasuk pada saat pembuatan film pendek yang berdurasi 30 menit. Dari kegiatan
disiplin positif dan pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila ini
sangat berdampak baik pada murid, yaitu murid menjadi lebih terbuka, lebih
percaya diri, dapat berpikir kritis, dan dapat menunjukan perilaku positif,
sehingga berdampak pula bagi sekolah dengan dapat terwujudnya kondisi
lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, serta bebas dari kekerasan.
Pelaksanaan
pengembangan disiplin positif dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
tersebut berbarengan dengan kegiatan PIMDA NYAWAH yang selenggarakan oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten Kuningan berkolaborasi dengan jajaran MUSPIDA berlangsung
sejak 11 Oktober Tahun 2023. Pada 24 Januari 2024 PIMDA NYAWAH sudah memasuki
episode 10. Kegiatan ini berfokus pada sosialisasi serta kolaborasi dalam upaya
pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,
dilaksanakan melalui daring serta luring, dan diikuti oleh seluruh jenjang
sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Kuningan, termasuk diantaranya SMPN Satu
Atap Cibulan. Kepala Sekolah, guru, staf Tata Usaha dan seluruh murid-murid
SMPN Satu Atap Cibulan mengikuti rangkaian kegiatan tersebut melalui zoom.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Bapak U. Kusmana,
S.Sos., M.Si memberikan pengarahan agar supaya setiap satuan pendidikan di
lingkungan Kabupaten Kuningan membentuk Tim Penanganan dan Pencegahan Kekerasan
(TPPK) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 tentang Penanganan dan
Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Selain kegiatan PIMDA
NYAWAH, Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan juga mengadakan program Gerakan
Membangun Kebersamaan yang Agamis dan Harmonis atau disebut juga dengan
“Gerbang Berkah”. Kepala Sekolah, rekan-rekan guru, komite sekolah, murid,
hingga orang tua/wali sangat mendukung serta mengapresiasi program-program yang
diluncurkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan.
Saat
ini pada awal semester genap tahun pelajaran 2023-2024, saya baru saja
menyelesaikan pelatihan mandiri yang tersedia dalam Platform Merdeka Mengajar.
Topiknya sangat menarik, yaitu tentang Program Roots Indonesia. Program Roots
Indonesia adalah program pencegahan perundungan di satuan pendidikan yang
mengedepankan partisipasi peserta didik sebagai agen perubahan. Program ini
sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, dalam regulasi tersebut mengatur
setiap satuan pendidikan untuk membuat program pencegahan kekerasan yang
berprinsip pada perlindungan hak pendidikan anak, anti kekerasan, non
diskriminasi, partisipasi, serta kepentingan terbaik bagi anak. Setelah saya mempelajari
topik ini, saya termotivasi untuk menjadi fasilitator Program Roots Indonesia
dan dapat mengaplikasikannya di sekolah.
Tips dari saya untuk pembaca khususnya bapak/ibu guru, apabila timbul masalah yang terjadi dalam lingkungan sekolah, segera identifikasi kemudian cari solusinya, jadikan permasalahan sebagai dasar penyusunan strategi pembelajaran yang berpihak pada murid. Kolaborasi antar seluruh warga sekolah termasuk pelibatan pihak lain yang terkait sangat penting, karena dari kerjasama itulah dapat muncul beragam ide untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di sekolah. Saran atau informasi yang didapatkan dari warga sekolah dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berharga demi peningkatan mutu dan layanan pendidikan di sekolah. Tips lainnya yaitu tetaplah menjadi guru pembelajar dan rajin-rajinlah mengikuti pelatihan mandiri yang tersedia dalam Platform Merdeka Mengajar, karena didalamnya terdapat topik-topik yang sesuai dengan kebutuhan guru, salah satunya adalah topik Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar