Kamis, 22 Agustus 2024

Reinkarnasi Mak Lampir Abad 21

 

Gambar Mak Lampir diperankan oleh Farida Pasha


Reinkarnasi Mak Lampir Abad 21.

Hampir semua generasi old pernah mendengar atau menonton kisah Mak Lampir yang menyeramkan. Cerita Mak Lampir akrab ditelinga kita dengan kisah Legenda Gunung Merapi. Konon dia selalu saja membuat keonaran ketika dimanapun dirinya berada. Lucu juga sih ketika salah satu episode di televisi menayangkan ketika Mak Lampir merasa ucapan serta apapun yang di lakukannya dia anggap paling benar, bahkan menasihati pengikutnya seolah dia adalah nenek yang bijak, padahal Mak Lampir juga menyadari akan kejahatan dirinya yang selalu digagalkan oleh Sembara dan Datuk Panglima Kumbang.

Gen-Z mungkin tidak kenal siapa itu Mak Lampir. Legenda Gunung Merapi meskipun kisahnya hanya sebatas dongeng sebelum tidur belaka, tapi banyak hikmah didalamnya. Kejahatan akan selalu dapat dikalahkan, dan sepandai-pandainya menyembunyikan perbuatan jahat pasti tercium juga kebusukannya. Dengan mempertebal keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan YME, kita dapat terhindar dari keinginan berbuat jahat atau perbuatan jahat yang selalu mengintai diri kita.

Gambar Mak Lampir diperankan oleh Farida Pasha

Lantas dengan cara apalagi kita dapat menghindari kejahatan Mak Lampir? Sedangkan saat ini jaman yang teramat canggih, masa ada nenek-nenek berkulit hijau terbang sambil cekikikan menculik manusia? Tentu saja era sudah berubah, kejahatan pun semakin modern mengikuti perkembangan teknologi. Contoh, belum tentu informasi yang kalian baca atau tonton di sosial media itu benar adanya, bisa saja berita tersebut hoaks. Hari gini siapapun bisa menjadi orang alim dadakan di sosmed dengan postingan-postingan bijak. “Tapi bo’ong”, begitu celoteh dan candaan anak-anak Gen-Z sekarang. Alangkah baiknya untuk selalu bijak bermedsos dan jangan sampai kita termakan oleh berita palsu.

Betapa jahatnya kisah Mak Lampir di masa lalu maupun reinkarnasinya pada masa sekarang. Itu baru sekedar perumpaan kejahatan Mak Lampir yang ada pada abad 21, kejahatan dalam dunia maya. Ibarat padi semakin tua akan semakin merunduk, memang betul peribahasa tersebut, tetapi tidak dengan Mak Lampir, ya karena kedewasaan serta kematangan berpikir manusia kadang tidak bisa hanya dilihat dari faktor usia.




Senin, 19 Agustus 2024

Menyebarkan Pemahaman dan Penerapan Budaya Positif

 


Poto Dokpri Sigid PN-SMPN Satu Atap Cibulan


Kebutuhan Dasar Manusia.

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.

1. Kebutuhan Bertahan Hidup.

Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. 

2. Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima).

Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.

Poto Dokpri Sigid PN-SMPN Satu Atap Cibulan

 

3. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan).

Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu ingin mencapai yang terbaik.

4. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan).

Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.

5. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang).

Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih terlihat lucu.

Lima Posisi Kontrol dalam Penerapan Disiplin.

Berbicara tentang penerapan disiplin disekolah, rasanya kita perlu melakukan refleksi, evaluasi dan merenungi apa yang disampaikan oleh Diane Gossen yang menyatakan dalam bukunya yang berjudul Restitution Restructuring School Discipline (1998) bahwa selama ini guru-guru perlu meninjau kembali dan berintrospeksi diri bagaimana penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini.

Apakah yang dilakukan selama ini telah efektif, memerdekakan, dan memandirikan serta berpusat pada murid? Atau justru hasilnya malah negatif, perubahan sikap yang diharapkan jauh dari yang diharapkan, peserta didik dan orang tua yang menitipkan anaknya kepada kita tidak menerima perlakuan yang diberikan, yang muncul malah resistensi, kebencian, kemarahan bahkan serangan terhadap para guru

Atas dasar peristiwa tersebut, di bawah ini merupakan paparan tentang 5 posisi kontrol Diane Gossen dalam penerapan disiplin di sekolah, semoga dengan paparan ini bisa menjadi introspeksi diri yang dilanjutkan perbaikan langkah penerapan disiplin dengan segitiga Restitusi.

Melalui serangkaian riset yang didasarkan teori Kontrol DL William Glasser, Diane Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang umum dan biasa diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol serta penerapan disiplin disekolah.

Kelima posisi kontrol tersebut adalah; Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Berikut ini uraian 5 Posisi kontrol dalam menerapkan disiplin di sekolah.

1. Penghukum.

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.

Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

  • "Patuhi aturan saya, atau awas kamu akan dihukum berdiri di lapangan sekolah”.
  • "Kamu selalu saja salah”!
  • "Selalu, kamu pasti selalu yang terakhir selesai”!

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara yang dia terapkan.

2. Pembuat Merasa Bersalah.

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.

Contoh kata-kata yang keluar dengan lembut seperti:

  • "lbu sangat kecewa sekali dengan kamu”>
  • "Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya”?
  • "Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini”?

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

3. Teman.

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid.

Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang, mereka akan berkata:

  • "Ayo bantulah, demi Bapak ya”?
  • "Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini”?
  • "Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti lbu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, "Saya pikir bapak/lbu teman saya". Maka murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

4. Pemantau.

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggungjawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi.

Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

  • "Apa yang telah kamu lakukan”?
  • "Kamu tahu kan sanksi atau konsekuensinya dari perbuatan kamu apa”?

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek.

Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

5. Manajer.

Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

Seorang Manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.

Guru dalam posisi Manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang Iain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

Seorang Manajer akan berkata ;

  • "Apa yang kita Yakini”? (kembali ke keyakinan kelas)
  • "Apakah kamu meyakininya”?
  • "Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya”?
  • "Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu”?
  • "Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini”?

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

Perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.

Poto Dokpri Sigid PN-SMPN Satu Atap Cibulan

Restitusi Menanamkan Disiplin positif Pada Murid.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.

Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menangmenang.

Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya:

1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan.

Dalam restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, yang bersifat eksternal, bukannya pada upaya perbaikan diri, yang lebih bersifat internal. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.

Restitusi sebenarnya juga meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita. Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik.

2. Restitusi memperbaiki hubungan.

Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban.

3. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan.

Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan.

Poto Dokpri Sigid PN-SMPN Satu Atap Cibulan

4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri.

Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak. Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.

5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan.

Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.

6. Restitusi diri adalah cara yang paling baik.

Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain.

7. Restitusi fokus pada solusi.

Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah.

8. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya.

Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.


Sumber: Modul 1.4 Budaya Positif Pendidikan Guru Penggerak Tahun 2024



Senin, 22 April 2024

Opening Ceremony Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI Gelombang 31

 

Poto Dok. Sigid PN


Tidak terasa Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) PGRI sudah memasuki Gelombang 31. Untuk acara Opening Ceremony KBMN PGRI dilaksanakan pada hari Minggu, 21 April 2024 dan kelas/pertemuan pertama dilaksanakan esok harinya yaitu Senin, 22 April 2024. Pada Opening Ceremony tersebut, saya yang diberikan amanah oleh Tim Solid Om Jay/Fasilitator KBMN PGRI menjadi Ketua Pelaksana KBMN PGRI Gelombang 31 diberikan kesempatan oleh Panitia untuk memberikan sambutan. Supaya ada jejak literasi, maka apa yang saya sampaikan dalam Opening Ceremony tersebut saya tuliskan juga di blogg yang sudah hampir menjadi sarang "laba-laba", begitu candaan Om Jay kalau tahu blogg teman-teman TSO jarang atau tidak terjamah dalam kurun waktu yang lama. Nah, di bawah ini adalah point yang saya sampaikan saat acara Opening Ceremony KBMN PGRI Gelombang 31.

Ijin memperkenalkan diri, saya Sigid Purwo Nugroho, alumni KBM PGRI Gelombang 23 dan Ketua Pelaksana KBMN PGRI Gelombang 31. Bapak/ibu guru, pada dasarnya pendidikan bergerak secara dinamis menyesuaikan dengan keadaan yang terus bertransformasi begitu cepat. Kita sebagai guru harus dapat mengantisipasi serta membaca arah perubahan tersebut, termasuk dalam menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai amanah Undang-Undang.

Oleh karena itu, guru harus konsisten menjaga komitmen untuk selalu menjadi pembelajar sepanjang hayat agar tetap dapat memiliki kompetensi yang kekinian, dapat beradaptasi dengan kemajuan jaman, perubahan kurikulum, dan kemajuan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran. Menurut saya, peran guru di kelas memang tidak akan pernah dapat tergantikan oleh teknologi, tetapi guru yang tidak memahami teknologi maka lambat laun dia akan ditinggalkan oleh murid-muridnya.


Poto Dok. Sigid PN

Disamping itu pemerintah dalam hal ini Kemendikbud Ristek sedang terus berupaya untuk meningkatkan literasi peserta didik. Literasi tidak hanya identik dengan kegiatan membaca, tetapi juga menulis, berbicara, dan menyimak atau mendengarkan. Nah, ketika dulu saya menerima informasi terkait dibukanya kelas menulis PGRI Gelombang 23, saya sangat antusias sekali. Saya ingin belajar dan mendalami tentang menulis, kemudian saya ingin mengaplikasikannya di sekolah dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah melalui literasi.

Kemudian saya bergabung di WA grup Kelas Belajar Menulis PGRI Gelombang 23. Saya sadar apabila saya hanya menyimak saja obrolan grup, maka saya tidak akan mendapatkan apa-apa, jangankan wawasan, pertemanan pun tidak akan saya dapati. Oleh karena itu, saya selalu menyimak materi dan berupaya menjadi yang pertama mengirimkan tugas resume digrup agar segera mendapatkan umpan balik dari Narasumber maupun Moderator untuk kemudian saya refleksikan serta saya perbaiki. Setelah beberapa pertemuan saya lewati, akhirnya saya dipilih oleh TSO dan teman-teman peserta untuk menjadi Ketua Kelas.


Poto Dok. Sigid PN

Melalui Kelas Belajar Menulis PGRI Gelombang 23 terbitlah buku perdana saya yang berjudul “Guru Motivator Literasi Digital”. Saya sangat senang sekali ketika saya diberikan kesempatan untuk bergabung di TSO hingga saat ini. Sebelumnya saya hanya menulis di beberapa surat kabar cetak dan online, tapi setelah mengikuti Kelas Belajar Menulis PGRI saya tertarik untuk berkarya melalui buku, baik itu buku solo maupun buku antologi. Ada 6 karya buku antologi yang saya kuratori sendiri berkolaborasi dengan bunda Kanjeng, diantaranya Suka Duka Menuju ASN, Guru Bijak Wujudkan Merdeka Belajar, Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Di Kelas, serta Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Sekolah. Kini saya kembali sedang menyelesaikan pembuatan buku antologi bertema pembelajaran berdiferensiasi dan ingin menuntaskan pembuatan buku solo yang naskahnya hampir satu tahun tersimpan di laptop.

Mungkin hanya itu yang dapat sampaikan, mohon maaf bila banyak kekurangan, tidak ada niat untuk menggurui tetapi murni untuk berbagi. Tetap semangat dan konsisten untuk belajar sepanjang hayat. Tergerak, bergerak, dan menggerakkan demi perkembangan literasi di Indonesia. Semoga menginspirasi, dan salam literasi. 


Jumat, 15 Maret 2024

Don't Bully Be A Friend

 

DON’T BULLY BE A FRIEND


Poto Dok Sigid PN

 

Kondisi lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan menjadi harapan dari semua warga sekolah, termasuk guru dan murid-murid. Dari Kondisi tersebut tentu saja dapat berdampak pada peningkatan motivasi serta hasil belajar murid. Tapi apakah bisa satuan pendidikan menciptakan suasana tersebut, sementara kasus kekerasan seperti perundungan terhadap sesama murid yang terjadi di satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan sering kita tonton di layar televisi. Mungkin saja terjadi kasus-kasus perundungan yang tidak terekspose media, atau bahkan kita sendiri sebagai seorang guru pernah menyaksikan terjadinya perundungan di sekolah. Nah, bagaimana caranya menciptakan kondisi lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan? Apakah dibutuhkan peran serta dari seluruh warga sekolah? Melalui buku antologi ini, saya ingin berbagi praktik baik tentang mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Saya bertugas sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila di SMPN Satu Atap Cibulan yang beralamat di Desa Cibulan Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Pada pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2023/2024 saya dihadapkan dengan permasalahan terkait kurangnya motivasi belajar salah satu murid kelas 7 pada kegiatan pembelajaran Pendidikan Pancasila di kelas. Ketika di luar kelas pun, saya perhatikan terkadang murid tersebut jarang berinteraksi dengan rekan-rekannya, dia lebih suka menyendiri. Di lain waktu ketika jam istirahat, saya mendapati antar murid-murid kelas 7 saling ejek, mereka memanggil sesama rekannya dengan panggilan nama orang tua. Didorong naluri seorang guru, saya mencoba menghampiri mereka. Saya menanyakan dasar perbuatan mereka dengan memanggil rekan-rekannya menggunakan nama orang tua. Menurut mereka perbuatannya hanya iseng dan bercanda. Rupanya mereka belum sadar atau belum memahami bahwa perbuatannya termasuk ke dalam jenis perundungan, kemudian saya menasihati mereka agar tidak kembali melakukan perbuatan tersebut.

Pada jam istirahat, bertempat di ruang guru, saya menceritakan kembali kejadian perundungan di sekolah yang sudah saya saksikan sendiri. Ternyata rekan-rekan guru mata pelajaran lain juga pernah mendapati perbuatan atau kejadian yang serupa, baik itu di kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Kami menganggap hal tersebut perlu segera diatasi, serta dicarikan solusinya. Bagaimanapun upaya untuk mencegah dan menangani terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah harus tetap menjadi salah satu prioritas yang membuthkan kolaborasi dari seluruh warga sekolah. Menurut saya, untuk mencegah serta menangani kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan, guru perlu menyusun strategi pembelajaran yang tepat, berpusat pada murid dan dapat menumbuhkan karakter yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

Saya menyampaikan pendapat tersebut kepada rekan-rekan guru, bahwasannya terdapat beberapa solusi yang tepat dan layak untuk diterapkan pada kegiatan pembelajaran dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Solusi pertama, yaitu menerapkan disiplin positif pada seluruh murid dari kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Ketika murid berperilaku tidak tepat, ada kemungkinan guru merespon kejadian tersebut dengan memberikan hukuman dengan berbagai hukuman yang pernah dialami pada masa lalu, menasihati, menceramahi, memarahi, atau bahkan membiarkan perilaku tidak tepat tersebut untuk terus dilanjutkan. Konsep disiplin positif adalah pendisiplinan tanpa ada pengawasan, dan dibangun atas dasar kesadaran dari dalam diri sendiri. Dengan kata lain, disiplin positif adalah pendekatan yang memampukan seseorang khususnya anak untuk mengontrol perilakunya dengan kesadaran, bertanggung jawab atas tindakannya dengan tetap menghormati diri sendiri dan orang lain dalam upaya untuk menumbuhkembangkan perilaku positif sepanjang hidup.

Upaya lain untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah dalam bentuk strategi pembelajaran yaitu memilih tema Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang sesuai kebutuhan belajar murid, karakteristik dan kondisi lingkungan satuan pendidikan. Hal ini saya komunikasikan dengan Kepala Sekolah beserta seluruh rekan-rekan guru dan fasilitator projek melalui forum rapat rutin serta evaluasi pembelajaran. Dengan memperhatikan raport pendidikan, mempertimbangkan karakteristik dan kondisi  lingkungan sekolah, mempertimbangkan saran dari seluruh warga sekolah, serta memperhatikan kebutuhan belajar murid dan sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka, maka dalam pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila kelas 7/fase D di pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2023-2024 disepakati memilih tema “Bangun Jiwa dan Raga”, dengan topik Don’t Bully, Be A Friend, dimensi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, gotong royong, bernalar kritis dan kreatif.

Dengan teknik diskusi, presentasi, bermain peran, membuat konten kreatif untuk mengkampanyekan stop perundungan kemudian diunggah di media sosial seluruh murid,  dan menghasilkan produk film pada pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, murid-murid akan memiliki kesempatan (dalam keadaan yang tidak tegang) untuk dapat menceritakan pengalaman terkait perundungan yang pernah dialami, didengar, atau dilihat. Sehingga murid-murid akan berani mengeluarkan pendapat terhadap isu perundungan yang terjadi di sekolah. Pada langkah pertama pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, guru/fasilitator projek melakukan sosialisasi isu perundungan di sekolah dengan mengajak murid-murid berdiskusi bersama terkait jenis-jenis perundungan, peran mereka, dan apa yang harus dilakukan untuk mencegah perundungan di sekolah. Guru sebagai fasilitator projek memberikan pertanyaan pemantik untuk membantu murid menyampaikan pendapatnya terhadap isu perundungan yang pernah terjadi di sekolah. Guru/fasilitator projek juga melibatkan seluruh murid dalam diskusi kelompok terkait isu perundungan, dan mengajak murid berpikir kritis serta terbuka bahwa pihak sekolah siap membantu memberikan pendampingan serta menyelesaikan kasus perundungan yang terjadi di sekolah jika murid berani melaporkan, pihak sekolah juga selalu menyediakan ruang layanan BP/BK atau ruang khusus yang nyaman bagi korban perundungan. Langkah selanjutnya guru/fasilitator projek membimbing murid untuk membuat konten di sekolah dengan tema stop perundungan lalu mengunggahnya di sosial media yang dimiliki murid-murid. Setelah itu, guru membimbing serta mengarahkan murid dalam pembuatan film pendek berjudul “Aku Juga Ingin Bahagia”. Film ini berhasil kami selesaikan walaupun dengan peralatan yang seadanya, kemudian film tersebut saya unggah ke channel YouTube resmi sekolah @smpnsatapcibulan8679 https://youtu.be/TujMu8pXbJ0?si=hBbUaf4nxEOVU_N2.


Poto Dok Film Don't Bully Be A Friend

Sebagai langkah terakhir, guru/fasilitator projek mengajak seluruh murid berefleksi dengan menyimpulkan apa yang sudah mereka pelajari, apa yang mereka rasakan, dan apa yang harus mereka lakukan nantinya ketika terjadi perundungan di sekolah. Kegiatan refleksi ini dilakukan dengan menulis atau berbicara langsung berdasarkan pertanyaan yang diberikan.

Saya beserta guru/fasilitator projek lainnya sangat terkesan dengan perhatian dan antusias yang ditunjukkan murid-murid dalam menyelesaikan seluruh aktivitas ini. Apalagi saat murid diarahkan untuk memposting kegiatan projek di sosial media, termasuk pada saat pembuatan film pendek yang berdurasi 30 menit. Dari kegiatan disiplin positif dan pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila ini sangat berdampak baik pada murid, yaitu murid menjadi lebih terbuka, lebih percaya diri, dapat berpikir kritis, dan dapat menunjukan perilaku positif, sehingga berdampak pula bagi sekolah dengan dapat terwujudnya kondisi lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, serta bebas dari kekerasan.

Pelaksanaan pengembangan disiplin positif dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila tersebut berbarengan dengan kegiatan PIMDA NYAWAH yang selenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan berkolaborasi dengan jajaran MUSPIDA berlangsung sejak 11 Oktober Tahun 2023. Pada 24 Januari 2024 PIMDA NYAWAH sudah memasuki episode 10. Kegiatan ini berfokus pada sosialisasi serta kolaborasi dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, dilaksanakan melalui daring serta luring, dan diikuti oleh seluruh jenjang sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Kuningan, termasuk diantaranya SMPN Satu Atap Cibulan. Kepala Sekolah, guru, staf Tata Usaha dan seluruh murid-murid SMPN Satu Atap Cibulan mengikuti rangkaian kegiatan tersebut melalui zoom. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Bapak U. Kusmana, S.Sos., M.Si memberikan pengarahan agar supaya setiap satuan pendidikan di lingkungan Kabupaten Kuningan membentuk Tim Penanganan dan Pencegahan Kekerasan (TPPK) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Selain kegiatan PIMDA NYAWAH, Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan juga mengadakan program Gerakan Membangun Kebersamaan yang Agamis dan Harmonis atau disebut juga dengan “Gerbang Berkah”. Kepala Sekolah, rekan-rekan guru, komite sekolah, murid, hingga orang tua/wali sangat mendukung serta mengapresiasi program-program yang diluncurkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan.

Saat ini pada awal semester genap tahun pelajaran 2023-2024, saya baru saja menyelesaikan pelatihan mandiri yang tersedia dalam Platform Merdeka Mengajar. Topiknya sangat menarik, yaitu tentang Program Roots Indonesia. Program Roots Indonesia adalah program pencegahan perundungan di satuan pendidikan yang mengedepankan partisipasi peserta didik sebagai agen perubahan. Program ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, dalam regulasi tersebut mengatur setiap satuan pendidikan untuk membuat program pencegahan kekerasan yang berprinsip pada perlindungan hak pendidikan anak, anti kekerasan, non diskriminasi, partisipasi, serta kepentingan terbaik bagi anak. Setelah saya mempelajari topik ini, saya termotivasi untuk menjadi fasilitator Program Roots Indonesia dan dapat mengaplikasikannya di sekolah.

Tips dari saya untuk pembaca khususnya bapak/ibu guru, apabila timbul masalah yang terjadi dalam lingkungan sekolah, segera identifikasi kemudian cari solusinya, jadikan permasalahan sebagai dasar penyusunan strategi pembelajaran yang berpihak pada murid. Kolaborasi antar seluruh warga sekolah termasuk pelibatan pihak lain yang terkait sangat penting, karena dari kerjasama itulah dapat muncul beragam ide untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di sekolah. Saran atau informasi yang didapatkan dari warga sekolah dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berharga demi peningkatan mutu dan layanan pendidikan di sekolah. Tips lainnya yaitu tetaplah menjadi guru pembelajar dan rajin-rajinlah mengikuti pelatihan mandiri yang tersedia dalam Platform Merdeka Mengajar, karena didalamnya terdapat topik-topik yang sesuai dengan kebutuhan guru, salah satunya adalah topik Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Semoga bermanfaat.

Selasa, 12 September 2023

Norma-Norma dalam Masyarakat

 



Norma adalah petunjuk hidup bagi tingkah laku manusia dan apabila dilanggar akan mendapat sanksi (ancaman hukuman). Norma juga dapat diartikan sebagai kaidah atau aturan-aturan bertindak yang dibenarkan untuk mewujudkan sesuatu yang penting, berguna, dan benar. Norma-norma mempunyai dua macam isi, yaitu perintah dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi sesorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.

Norma juga dipakai sebagai patokan perilaku, dan tata aturan yang berisi ukuran tingkah laku manusia yang baik dan benar. Norma bertujuan untuk menetapkan bagaimana tindakan dan tingkah laku manusia seharusnya. Norma yang berlaku di dalam masyarakat bertujuan untuk:

(1) menjamin keharmonisan hidup manusia secara pribadi dan dalam diri manusia tentram karena merasa tidak ada pelanggaran dan pertentangan batin (konflik kejiwaan).

(2) menjamin keselarasan dan keseimbangan hak dan kewajiban; juga keseimbangan pribadi; antar pribadi dengan masyarakat dan negara.

(3) untuk mengatur kedudukan antar manusia secara mendasar. Dalam praktiknya norma sosial berbentuk kode-kode. Kode atau sistem norma-norma sosial merupakan peraturan-peraturan yang mengandung sanksi atau hukuman. Dengan demikian, kode lebih bersifat memaksa. Namun, pada umumnya kode sosial timbul tanpa  adanya paksaan. Anggota masyarakat dapat menerima secara sukarela, sehingga penyimpangan dan pelanggaran jarang sekali terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi norma masyarakat adalah :

· sebagai petunjuk arah dalam bersikap dan bertindak;

· pemandu dan pengontrol bagi sikap dan tindakan;

· alat pemersatu masyarakat;

· benteng perlindungan keberadaan masyarakat;

· pendorong sikap dan tindakan manusia;

· pengendalian tindakan dalam mewujudkan keinginan dan/atau kepentingan yang ada agar berlangsung secara tertib, aman, tenteram, damai, dan terkendali.

Setiap nilai dan norma selalu mengandung dua nilai gunanya, yaitu bila dilaksanakan bernilai baik dan menyenangkan subyek pelaku; sebaliknya bila dilanggar berakibat penyesalan, rasa berdosa, kecewa dan nestapa subjek pelaku. Keadaan demikian sebenarnya konsekuensi atau resiko setiap tindakan, karena tindakan itu bersumber atas suatu nilai dan berdasarkan suatu motivasi (niat dan dorongan), maka terlaksananya suatu tindakan adalah pelaksanaan suatu nilai (pilihan) dan suatu norma (kaidah).

Oleh sebab itu setiap norma memiliki sanksi yang merupakan alat pemaksa, selain untuk hukuman, juga untuk menaati ketetapan yang telah ditentukan. Sanksi juga dapat diartikan sebagai reaksi sosial terhadap macam tingkah laku yang dibolehkan atau tidak dibolehkan (dilarang).

Setiap orang harus selalu bersikap positif dalam melaksanakan norma. Sikap positif dimaknai sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara mengerti dan mau mentaati norma karena keyakinan dalam hatinya bahwa dengan mentaati norma akan menciptakan kebaikan bagi dirinya dan semua orang. Ketaatannya pada norma bukan karena takut mendapat sanksi, namun karena dorongan untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat dan negara. Berikut macam-macam norma dalam masyarakat :

  •        Norma Agama

Norma agama merupakan peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaranajaran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Norma agama bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Sumber norma agama adalah kitab suci dari masing-masing agama tersebut. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapat hukuman dan sanksi dari Tuhan Yang Maha Esa. Sanksi norma agama tidak bersifat langsung, melainkan akan diberikan kelak di akhirat.

  •    Norma Kesusilaan

Norma Kesusilaan berasal dari dua kata, yaitu norma dan susila. Norma merupakan pedoman yang mengatur tingkah laku sseorang dalam kelompok masyarakat. Susila adalah tindakan-tindakan yang baik dan dianggap layak untuk dilakukan dalam sekelompok masyarakat. Norma kesusilaan bersumber dari hati nurani sehingga bersifat umum, universal, dan dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Sanksi norma kesusilaan adalah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa selama seseorang mematuhi norma kesusilaan, maka akan selalu bertindak manusiawi.

  • Norma Kesopanan

Norma kesopanan peraturan hidup yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masingmasing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat yang merupakan tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perikelakuan masyarakat dan kekuatan mengikatnya dapat meningkat. Sumber norma kesopanan adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri dapat berupa hal-hal yang bersifat dari kepantasan, kepatutan, kebiasaan. Sanksi norma kesopanan adalah mendapat cemooh atau celaan dari anggota masyarakat .

  •    Norma Hukum

Norma hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim (taat hukum).

Adapun ciri-ciri norma hukum adalah: (1) aturan yang dibuat oleh badan resmi negara; (2) aturan bersifat memaksa; (3) adanya sanksi yang tegas; (4) adanya perintah dan larangan dari negara; dan (5) perintah atau larangan itu harus ditaati oleh setiap orang. Jika aturan tersebut tidak ditaati, akan mendapatkan sanksi hukuman.

Norma hukum bertujuan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara agat tercipta ketertiban, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Oleh sebab itu setiap peraturan hukum harus dipatuhi agar: (1) dapat menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam masyarakat; (2) mengusahakan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat; dan (3) menjaga dan melindungi hak-hak warga negara. Sedangkan fungsinya adalah menjamin kepastian hukum, menjamin keadilan sosial dan sebagai pengayoman kepentingan masyarakat.


Reinkarnasi Mak Lampir Abad 21

  Gambar Mak Lampir diperankan oleh Farida Pasha Reinkarnasi Mak Lampir Abad 21. Hampir semua generasi old pernah mendengar atau menonton ki...