Selasa, 12 September 2023

Norma-Norma dalam Masyarakat

 



Norma adalah petunjuk hidup bagi tingkah laku manusia dan apabila dilanggar akan mendapat sanksi (ancaman hukuman). Norma juga dapat diartikan sebagai kaidah atau aturan-aturan bertindak yang dibenarkan untuk mewujudkan sesuatu yang penting, berguna, dan benar. Norma-norma mempunyai dua macam isi, yaitu perintah dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi sesorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.

Norma juga dipakai sebagai patokan perilaku, dan tata aturan yang berisi ukuran tingkah laku manusia yang baik dan benar. Norma bertujuan untuk menetapkan bagaimana tindakan dan tingkah laku manusia seharusnya. Norma yang berlaku di dalam masyarakat bertujuan untuk:

(1) menjamin keharmonisan hidup manusia secara pribadi dan dalam diri manusia tentram karena merasa tidak ada pelanggaran dan pertentangan batin (konflik kejiwaan).

(2) menjamin keselarasan dan keseimbangan hak dan kewajiban; juga keseimbangan pribadi; antar pribadi dengan masyarakat dan negara.

(3) untuk mengatur kedudukan antar manusia secara mendasar. Dalam praktiknya norma sosial berbentuk kode-kode. Kode atau sistem norma-norma sosial merupakan peraturan-peraturan yang mengandung sanksi atau hukuman. Dengan demikian, kode lebih bersifat memaksa. Namun, pada umumnya kode sosial timbul tanpa  adanya paksaan. Anggota masyarakat dapat menerima secara sukarela, sehingga penyimpangan dan pelanggaran jarang sekali terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi norma masyarakat adalah :

· sebagai petunjuk arah dalam bersikap dan bertindak;

· pemandu dan pengontrol bagi sikap dan tindakan;

· alat pemersatu masyarakat;

· benteng perlindungan keberadaan masyarakat;

· pendorong sikap dan tindakan manusia;

· pengendalian tindakan dalam mewujudkan keinginan dan/atau kepentingan yang ada agar berlangsung secara tertib, aman, tenteram, damai, dan terkendali.

Setiap nilai dan norma selalu mengandung dua nilai gunanya, yaitu bila dilaksanakan bernilai baik dan menyenangkan subyek pelaku; sebaliknya bila dilanggar berakibat penyesalan, rasa berdosa, kecewa dan nestapa subjek pelaku. Keadaan demikian sebenarnya konsekuensi atau resiko setiap tindakan, karena tindakan itu bersumber atas suatu nilai dan berdasarkan suatu motivasi (niat dan dorongan), maka terlaksananya suatu tindakan adalah pelaksanaan suatu nilai (pilihan) dan suatu norma (kaidah).

Oleh sebab itu setiap norma memiliki sanksi yang merupakan alat pemaksa, selain untuk hukuman, juga untuk menaati ketetapan yang telah ditentukan. Sanksi juga dapat diartikan sebagai reaksi sosial terhadap macam tingkah laku yang dibolehkan atau tidak dibolehkan (dilarang).

Setiap orang harus selalu bersikap positif dalam melaksanakan norma. Sikap positif dimaknai sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara mengerti dan mau mentaati norma karena keyakinan dalam hatinya bahwa dengan mentaati norma akan menciptakan kebaikan bagi dirinya dan semua orang. Ketaatannya pada norma bukan karena takut mendapat sanksi, namun karena dorongan untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat dan negara. Berikut macam-macam norma dalam masyarakat :

  •        Norma Agama

Norma agama merupakan peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaranajaran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Norma agama bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Sumber norma agama adalah kitab suci dari masing-masing agama tersebut. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapat hukuman dan sanksi dari Tuhan Yang Maha Esa. Sanksi norma agama tidak bersifat langsung, melainkan akan diberikan kelak di akhirat.

  •    Norma Kesusilaan

Norma Kesusilaan berasal dari dua kata, yaitu norma dan susila. Norma merupakan pedoman yang mengatur tingkah laku sseorang dalam kelompok masyarakat. Susila adalah tindakan-tindakan yang baik dan dianggap layak untuk dilakukan dalam sekelompok masyarakat. Norma kesusilaan bersumber dari hati nurani sehingga bersifat umum, universal, dan dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Sanksi norma kesusilaan adalah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa selama seseorang mematuhi norma kesusilaan, maka akan selalu bertindak manusiawi.

  • Norma Kesopanan

Norma kesopanan peraturan hidup yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masingmasing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat yang merupakan tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perikelakuan masyarakat dan kekuatan mengikatnya dapat meningkat. Sumber norma kesopanan adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri dapat berupa hal-hal yang bersifat dari kepantasan, kepatutan, kebiasaan. Sanksi norma kesopanan adalah mendapat cemooh atau celaan dari anggota masyarakat .

  •    Norma Hukum

Norma hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim (taat hukum).

Adapun ciri-ciri norma hukum adalah: (1) aturan yang dibuat oleh badan resmi negara; (2) aturan bersifat memaksa; (3) adanya sanksi yang tegas; (4) adanya perintah dan larangan dari negara; dan (5) perintah atau larangan itu harus ditaati oleh setiap orang. Jika aturan tersebut tidak ditaati, akan mendapatkan sanksi hukuman.

Norma hukum bertujuan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara agat tercipta ketertiban, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Oleh sebab itu setiap peraturan hukum harus dipatuhi agar: (1) dapat menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam masyarakat; (2) mengusahakan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat; dan (3) menjaga dan melindungi hak-hak warga negara. Sedangkan fungsinya adalah menjamin kepastian hukum, menjamin keadilan sosial dan sebagai pengayoman kepentingan masyarakat.


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai Landasan Konstitusional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 




a. Proses perumusan dan pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1) Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Rancangan Undang-Undang Dasar hasil karya Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam sidang pada tanggal 16 Juli 1945, setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan, rancangan inilah yang kemudian ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan dan penyempurnaan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

· Pembukaan Istilah “Mukadimah” atau kata “Pembuka Undang-Undang Dasar” diganti dengan “Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”. Kalimat...”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya...” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapuskan.

· Perubahan pada pasal-pasal

1.   Pasal 4 ayat (1), berbunyi: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan ditambah dengan kata-kata “menurut Undang-Undang Dasar”.

2.      Pasal 4 ayat (2), menyatakan: Perkataan “dua orang Wakil Presiden”, menjadi “satu Wakil           Presiden”. Alinea 3 dicoret.

3.  Pasal 5 ditambahkan ayat (2) berbunyi: Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

4.        Pasal 6 ayat (1) diganti menjadi: Presiden ialah orang Indonesia asli.

5.        Pasal 6 ayat (2) diganti menjadi: Presiden dan Wakil Presiden (dan tidak lagi wakil-wakil).

6.        Pasal 7, menjadi berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden

7.     Pasal 8, diubah sehingga masuk kalimat: ia diganti oleh Wakil Presiden. Dengan demikian pada   Pasal 8 ini tidak lagi memakai ayat (2) lagi.

8.    Pasal 9, kalimat pertama ditambah dengan: Presiden dan Wakil Presiden. Perkataan “mengabdi” diganti dengan kata “berbakti” (dua kali) seperti rumusan sekarang.

9.   Pasal 23 ayat (1) ditambahkan kalimat “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu”.

10.  Pasal 23 ayat (5) ditambahkan kalimat “Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan   Perwakilan Rakyat”.

11.    Pasal 24 ayat (1) ditambahkan kalimat “menurut UndangUndang”.

12.    Pasal 25: ditambahkan kata “dan untuk diberhentikan”.

· Perubahan lain

Perubahan lain, di antaranya memutuskan untuk menambahkan kepada rancangan Undang-Undang Dasar tersebut yaitu:

1) Bab XVI pasal 37 tentang Perubahan Undang-Undang Dasar

2) Aturan Peralihan pasal I, II, III, IV.

3) Aturan Tambahan ayat (1) dan (2).


2) Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang yang di mulai pukul 11.30 WIB yang dibuka oleh pimpinan sidang Ir. Soekarno. Sidang PPKI membahas rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang telah mengalami penyempurnaan, selain itu sidang juga membahas pasal-pasal yang masih perlu dilakukan penyempurnaan. Suasana sidang PPKI tersebut berlangsung dengan sangat demokratis. Bung Karno sebagai pimpinan sidang memberikan kesempatan kepada peserta sidang untuk mengemukakan pendapat. Sebelum sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 ditutup. Presiden Soekarno menunjuk 9 orang anggota sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menyusun rancangan yang berisi hal-hal yang meminta perhatian mendesak yaitu masalah pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara, kebangsaan, dan perekonomian. Kesembilan anggota panitia kecil tersebut yaitu Otto Iskandardinata, Subarjo, Sayuti Melik, Iwa Kusuma Sumantri, Wirahadikusumah, Dr. Amir, A.A. Hamidhan, Dr. Ratulangi, dan Ketut Pudja. Akhirnya sidang PPKI ditutup pada pukul 16.12 WIB yang menghasilkan 3 keputusan.

Hasil dari sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yaitu; 1) Menetapkan Undang-undang Dasar; 2) Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil Presiden; 3) Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disahkan seluruhnya dalam suara bulat dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah negara, sebab syarat yang lazim diperlukan untuk menjadi sebuah negara telah terpenuhi yaitu:

  1. Rakyat, yaitu bangsa Indonesia;
  2. Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga ke Merauke yang               terdiri dari 16.056 (data tahun 2017) pulau besar dan kecil;
  3. Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia;
  4. Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan                         pemerintahan negara;
  5. Tujuan negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila;
  6. Bentuk negara yaitu negara kesatuan.

 

3) Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan dalam Sistem Hukum Nasional.

Peraturan perundang-undangan merupakan dokumen peraturan negara di bawah Undang-Undang Dasar (Mahfud Md, 2010). Undang-Undang merupakan pengaturan lebih lanjut dari berbagai ketentuan yang terdapat dalam undang-undang dasar. Artinya, undang-undang merupakan landasan operasional yang menjadi penentu bagi pelaksanaan penyelenggaraan negara dan pedoman bagi perilaku masyarakat dalam pergaulan berbangsa dan bernegara. Sebagai aturan dasar atau pokok negara, undang-undang dasar berisi aturan-aturan umum yang masih merupakan norma hukum tunggal, dan berfungsi sebagai landasan bagi pembentukan undang-undang dan peraturan lain yang lebih rendah.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bab III pasal 7 disebutkan tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan MPR;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. Undang-Undang dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dibuat oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan: 1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut; 2) DPR dapat menerima atau menolak peraturan pemerintah pengganti undangundang dengan tidak mengadakan perubahan; 3) Jika ditolak DPR, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut harus dicabut. Peraturan Pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang. Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) meliputi sebagai berikut :

o    Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur. Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perda yang berlaku di Papua.

o    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota

o    Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis peraturan perundangundangan selain yang disebutkan pada pasal 7 ayat (1), antara lain: peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Mahkamah Agung; Mahkamah Konstitusi; Badan Pemeriksa Keuangan; Bank Indonesia; Menteri; Kepala Badan; Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undangundang atau pemerintah atas perintah undang-undang; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; Gubernur; Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota; Bupai/Wali kota; Kepala Desa atau yang setingkat.

Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1). Hierarkhi adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundangundangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundangundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan peraturan perundang-undangan nasional, materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan perundang-undangan. Materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas:

1.  Pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus berfungsi   memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketenteraman masyarakat;

2.   Kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;

3.       Kebangsaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus  mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;

4.   Kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;

5. Kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila;

6.  Bhinneka Tunggal Ika, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masaalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

7.      Keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali;

8.     Kesamaan di dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial;

9.       Ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

10.  Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-  undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan egara.


4) Isi Alinea dan Pokok Pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan memuat Pancasila sebagai dasar negara, merupakan suatu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil pemilihan umum, yang berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berwenang menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar, karena mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran negara. Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang telah ada perubahan. Namun demikian, ketentuan mengenai perubahan Undang-Undang Dasar dimaksudkan untuk meneguhkan MPR sebagai lembaga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memiliki wewenang melakukan perubahan Undang-Undang Dasar, dan Pembukaan tidak termasuk obyek perubahan, termasuk bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diubah sebagai nilai komitmen terhadap keputusan bersama. Adanya ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mempertegas komitmen bangsa Indonesia terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai kaidah negara yang fundamental, karena Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dibentuk oleh para pendiri negara/pembentuk negara, yaitu oleh PPKI.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat pokok-pokok pikiran yang merupakan pernyataan lahir dari penjelmaan kehendak untuk menentukan dasardasar dibentuknya Negara yaitu :

1.     Negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2.     Negara berdiri di atas segala paham golongan, suku, dan paham perseorangan. Negara menghendaki persatuan segenap bangsa Indonesia.

3.      Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

4. Negara Republik Indonesia berkedaulatan rakyat berdasarkan asas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.

5.  Negara Republik Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa mengatur dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia memuat asas falsafah negara, asas politik negara, tujuan negara, serta menetapkan adanya undang-undang dasar negara. Secara sederhana dapat disebutkan sebagai berikut :

1.      Dasar cita-cita kerohanian yaitu Pancasila (asas falsafah negara);

2.      Asas politik yaitu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat;

3.      Tujuan negara tertuang pada alinea keempat : melindungi seluruh bangsa Indonesia dan segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Apabila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 945 itu merupakan hukum tertinggi dari hukum yang berlaku di Indonesia, maka Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional, maupun pergaulan bangsa-bangsa di dunia.

Setiap alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 945 kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa di seluruh muka bumi. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu lestari karena mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa, dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Adapun isi tiap-tiap alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut adalah :

Alinea Pertama

“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.

Alinea ini menunjukkan keteguhan dan pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajahan. Bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka, melainkan juga bahwa Indonesia akan tetap berdiri di barisan yang paling depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia. Alinea ini mengungkapkan suatu sikap yang objektif bahwa penjajahan tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Oleh karena itu penjajahan harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya yang merupakan hak asasinya. Inilah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia. Alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subjektif yaitu aspirasi bagi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan.

Alinea Kedua

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Isi alinea ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan atas perjuangan bangsa Indonesia selama itu. Hal ini juga berarti adanya kesadaran tentang keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin, dan langkah-langkah yang diambil sekaranag akan menentukan keadaan yang akan datang. Dari alinea ini menjelaskan apa yang dikehendaki atau yang diharapkan para pengantar kemerdekaan, ialah negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai inilah yang selalu menjiwai segenap bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.

Alinea ini juga menunjukkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada saat yang menentukan, momen yang telah dicapai itu harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan, dan kemerdekaan itu bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Alinea Ketiga

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.

Alinea ini bukan saja menegaskan kembali apa yang menjadi motivasi nyata dan materiil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan/kepercayaannya menjadi motivasi spiritualnya bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa.

Hal ini menggambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbangan yaitu keseimbangan materiil dan spiritual, keseimbangan kehidupan di dunia dan di akhirat. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pada alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur serta suatu pengakuan dari Proklamasi Kemerdekaan. Alinea ini juga menunjukkan ketaqwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu berkat ridho-Nya bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.

Alinea keempat

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Alinea ini merumuskan tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Tujuan perjuangan negara Indonesia dirumuskan dengan “Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” dan untuk “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” dan “ikut melaksanakan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Prinsip dasar yang harus dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menyusun kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar kepada Pancasila.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung empat pokok pikiran yaitu :

1.      Pokok pikiran pertama yang terkandung dalam “pembukaan” adalah “Negara”-begitu bunyinya-melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (nilai keadilan, tanggung jawab, setia pada negara, tidak diskriminasi)

2.      Pokok pikiran kedua yang terkandung dalam “pembukaan” adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh  rakyat. Pokok pikiran ini didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini negara juga berkewajiban memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini berkaitan erat dengan Pancasila sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (nilai cinta damai, daya juang, solidaritas)

3.      Pokok pikiran ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” adalah negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.

4.      Pokok pikiran keempat yang terkandung dalam “pembukaan” adalah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

5) Makna, Kedudukan dan Fungsi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki kedudukan sebagai hukum tertinggi negara dan sumber tertib hukum bagi peraturan-peraturan di bawahnya. Setiap produk hukum seperti Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan peraturan-peraturan yang lain harus bersumber dan berlandaskan pada peraturan yang lebih tinggi, yang harus dipertanggungjawabkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai hukum dasar, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengikat pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warganegara Indonesia di manapun berada untuk melaksanakannya. Hal ini sesuai dengan prinsip Negara hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saat ini telah mengalami empat kali perubahan atau amandemen. Perubahan tersebut sesuai ketentuan pasal 37 tentang Perubahan Undang-Undang Dasar. Tujuan perubahan atau amandemen tersebut adalah untuk menyempurnakan aturan-aturan dasar diantaranya aturan dasar mengenai : tatanan negara. Kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, penyelenggaraan negara, kesejahteraan sosial, dan lain sebagainya.

Dalam perubahan tersebut ada kesepakatan-kesepakatan dasar diantaranya yaitu tidak mengubah Pembukaan yang merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara. Di dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tujuan Proklamasi tersebut dijelaskan secara rinci, yaitu :

1.      Hal tujuan negara yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan negara.

2.      Hal harus diadakannya undang-undang dasar negara sebagai landasan pembentukan pemerintahan Negara.

3.      Hal bentuk negara republik yang berkedaulatan rakyat.

4.      Hal asas kerohanian negara (dasar filsafat) yaitu Pancasila.

Konsekuensi dari kesepakatan itu adalah perubahan dilakukan terhadap pasal-pasal, bukan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum perubahan ada bagian “Batang Tubuh” dan “Penjelasan”. Setelah perubahan istilah “Batang Tubuh” diganti dengan “Pasal-Pasal”, dan bagian “Penjelasan” tidak ada lagi karena sudah dimasukkan ke dalam pasal-pasal. Kesepakatan dasar lainnya ialah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dilakukan secara “adendum” artinya tidak menghilangkan naskah aslinya. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersifat singkat dan supel (luwes). Singkat karena hanya memuat aturan-aturan pokok saja. Hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi (perintah) kepada penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.

Aturan-aturan pokok tersebut dapat dijabarkan kedalam peraturanperaturan lain yang lebih rendah secara lengkap dan terperinci. Seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan organik atau peraturan pelaksanaan lainnya yang lebih mudah cara pembuatannya, cara mengubah dan mencabutnya. Karena hanya memuat aturan-aturan pokok saja maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersifat luwes atau supel, yaitu dapat mengikuti perkembangan zaman.

Dalam kedudukannya sebagai sumber tertib hukum yang tertinggi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol, yaitu alat untuk mengecek apakah suatu peraturan sesuai atau tidak. Jika terbukti sesuai, maka Undang-Undang tersebut tetap berlaku. Sedangkan jika terbukti tidak sesuai maka Undang-Undang yang diuji materi tersebut harus dicabut, atau diubah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, fungsi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai pedoman dalam mengatur penyelenggaraan kehidupan bernegara, dan pedoman dalam menyusun peraturan perundang-undanga


Opening Ceremony Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI Gelombang 31

  Poto Dok. Sigid PN Tidak terasa Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) PGRI sudah memasuki Gelombang 31. Untuk acara Opening Ceremony KBMN...