Pada tanggal 8 Agustus 1945 tiga orang tokoh, yaitu Ir. Soekarno,
Mohammad Hatta dan Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat berangkat menemui Jenderal Besar Terauchi, Saiko Sikikan di
Saigon. Dalam pertemuan tersebut, Ir. Soekarno diangkat sebagai
Ketua PPKI dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. PPKI beranggotakan
21 orang termasuk Ketua dan Wakil Ketua.
Keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin menggelora
untuk segera mendapatkan kemerdekaannya. Pada waktu itu, Sukarni yang
mewakili golongan muda menghendaki pernyataan kemerdekaan dilakukan segera dan tanpa campur tangan PPKI, yang
dianggap sebagai bentukan Jepang. Sementara Soekarno-Hatta menghendaki proklamasi dilaksanakan menghargai perbedaan
dengan persetujuan seluruh anggota PPKI, karena tanpa PPKI
(representasi wakil-wakil seluruh masyarakat Indonesia) akan sulit
mendapat dukungan luas dari wilayah Indonesia. Perbedaan pendapat
itu memuncak dengan “diamankannya” Soekarno-Hatta oleh golongan pemuda ke
daerah Rengasdengklok dengan tujuan agar Soekarno-Hatta tidak terkena pengaruh PPKI yang pada saat itu menurut
golongan muda merupakan bentukan Jepang.
Melalui perdebatan yang panjang, pada tanggal 16 Agustus 1945,
terjadilah kesepakatan antara golongan muda dan SoekarnoHatta, sehingga
dilanjutkan dengan dijemputnya Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok
dan dilakukannya pertemuan di Pejambon sebagai proses untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Tengah malam tanggal 16 Agustus 1945 dilakukan persiapan proklamasi di rumah Laksamana
Maeda di oranye nassau boulevard (jalan Imam Bonjol no. 1 ).
Telah berkumpul disana tokoh-tokoh Pemuda B. M. Diah, Sayuti
Melik, Iwa Kusuma Soemantri, Chairul Saleh, dkk. Persiapan itu
diperlukan untuk memastikan pemerintah Dai Nippon tidak campur tangan
masalah proklamasi. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945
di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at jam 10 pagi waktu
Indonesia barat, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmat.
Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya keseluruh dunia. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melaksanakan sidang pertama
yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut:
- Mengesahkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia, yang kemudian hari dikenal dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
- . Memilih dan mengangkat Ir.
Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden RI (yang pertama).
- . Membentuk Komite Nasional
untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR.
Hasil sidang PPKI kedua yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945,
fokus pembahasannya adalah menyusun pemerintahan pusat dan daerah. Kemudian pada sidang berikutnya tanggal 22
Agustus 1945 merancang lembaga tinggi kelengkapan negara.
Tercatat dalam sejarah terjadi suatu peristiwa dimana dicapailah kesepakatan
untuk menghilangkan
kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Hal ini dilakukan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dikarenakan wakil-wakil Protestan dan Katolik dari
daerahdaerah yang dikuasai Angkatan
Laut Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama dan mengancam akan mendirikan Negara sendiri
apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Rumusan sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI dapat dilihat
selengkapnya dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945:
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Termuatnya Pancasila dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 sejak
semula dimaksudkan bahwa Pancasila berperan sebagai dasar negara
Republik Indonesia, yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya
pemerintahan di Indonesia. Karena landasan ini merupakan landasan
yang sangat penting, maka Pancasila merupakan sumber segala
sumber hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia.
b. Pancasila sebagai
Dasar Negara, Pandangan Hidup Bangsa dan Ideologi Negara.
1) Pancasila sebagai
Dasar Negara.
Pancasila sebagai dasar negara bermakna:
· Sebagai sumber kaidah hukum konstitusional yang mengatur negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya, yaitu
rakyat, wilayah dan pemerintah
· Mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Maksudnya seluruh
tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila sebagai kaidah
hukum konstitusional, pada dasarnya tidak berlaku dan harus dicabut. Sebagai dasar negara, Pancasila
telah terkait dengan struktur kekuasaan secara formal
· Meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
hukum dasar negara, baik hukum dasar tertulis yang berwujud Undang-Undang
Dasar maupun hukum dasar tidak tertulis yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan Negara.
Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai sumber dari segala
sumber tertib hukum, maka Pancasila tercantum dalam ketentuan
tertinggi Pembukaan UUD 1945, yang kemudian dijelmakan atau
dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkritkan atau dijabarkan
dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
Dalam rangka upaya implementasi Pancasila pada berbagai peraturan
perundang-undangan perlu ditentukan nilai dasar yakni nilai yang
dijadikan tujuan umum yang hendak diwujudkan dengan segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Nilai dasar tersebut antara lain : keadilan, kesejahteraan,
keamanan, dan kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat
Indonesia.
Nilai dasar tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental,
agar dapat dilaksanakan sesuai dengan pola pikir Pancasila. Disamping itu
paham nasionalisme juga mewarnai segala peraturan perundang-undangan, agar cita-cita bangsa sebagaimana yang
dimaksud dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dapat terwujud. Nilai instrumental
harus memperhatikan situasi dan kondisi, sehingga segala peraturan
perundang-undangan dapat diterapkan secara kontekstual dan aktual, inilah yang disebut nilai praksis.
Demikianlah wujud implementasi Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara bersifat konstitutif
dan regulatif sehingga semua peraturan harus merupakan transformasi
nilai-nilai Pancasila.
2) Pancasila sebagai
Pandangan Hidup Bangsa.
Pancasila sebagai pandangan hidup mampu memberikan arah pada
perilaku masyarakat Indonesia yag sesuai dengan nilai luhur yang
diyakini kebenarannya. Manfaat Pancasila sebagai pandangan hidup
adalah sebagai berikut :
1.
Bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang dapat berdiri kokoh sebagai bangsa merdeka dan berdaulat.
2.
Sebagai pedoman pemecahan
permasalahan yang dihadapi.
3.
Sebagai pedoman membangun
dirinya sendiri dan hubungan dengan bangsa lain.
4. Kerangka acuan baik untuk
menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya
5.
Penuntun dan penunjuk arah
bagi bangsa Indonesia dalam semua kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan di segala bidang. Agar dapat
memahami Pancasila sebagai pandangan hidup dan memperluas wawasan, maka
perlu dipahami hal-hal sebagai berikut :
6. Nilai merupakan penentuan
penghargaan atau pertimbangan tentang “baik atau tidak baik” terhadap sesuatu, kemudian dijadikan
dasar, alasan atau motivasi untuk “melakukan atau tidak melakukan” sesuatu (LPPKB, 2011 : 38). Nilai-nilai Pancasila adalah
ukuran benar atau salah, baik atau tidak baik bagi warga negara
secara nasional. Artinya, nilai-nilai Pancasila merupakan tolok ukur,
penyaring dan penimbang bagi semua nilai yang ada pada bangsa Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai dasar yang bersifat abstrak dan universal.
Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila harus dijabarkan secara
jelas, agar dapat dengan mudah dipahami, dihayati dan diamalkan
oleh setiap warga negara. Nilai-nilai tersebut antara lain ;
keimanan, kesetaraan, persatuan dan kesatuan, mufakat, dan
kesejahteraan.
7.
Norma yaitu nilai yang
dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia. Norma berasal
dari bahasa latin yang artinya siku-siku, suatu alat untuk mengukur
apakah suatu objek tegak lurus atau miring (LPPKB, 2011
:82-83). Demikian pula halnya dengan norma kehidupan, dipergunakan
manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam bersikap dan bertindak. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma agama, norma
kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum. Perkembangan nilai menjadi norma
sangat tergantung dari pandangan masyarakat masing-masing serta tantangan zaman. Dan
berbagai norma tersebut hanya norma hukum yang memiliki hak untuk
memaksa, norma yang lain implementasinya bersendi pada kesadaran
masyarakatnya.
8. Etika Moral merupakan ilmu
tentang kesusilaan, cabang dari filsafat yang membahas mengenai nilai dan norma yang meliputi hal ihwal
yang selayaknya dikerjakan dan yang selayaknya dihindari. Etika adalah
seperangkat nilai, prinsip, dan norma moral yang menjadi pegangan hidup dan dasar penilaian baik-buruknya perilaku
atau benar salahnya tindakan manusia, baik secara individual maupun sosial
dalam suatu masyarakat. Dengan demikian etika membahas mengenai nilai, prinsip dan norma yang merupakan
bentuk praktek dari filsafat teoritis, yang selanjutnya dipergunakan
sebagai acuan bagi manusia dalam bersikap dan bertingkah laku.
Sebagai pandangan hidup, Pancasila memberi tuntunan kepada manusia
Indonesia. Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut sebagai way
of life, weltanschauung, pandangan hidup, pegangan hidup atau
pedoman hidup. Artinya, Pancasila dipergunakan sebagai pedoman
hidup sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan
norma moral bagi bangsa Indonesia dalam bertindak dan berperilaku.
Karena kedudukan nilai-nilai Pancasila disini sebagai norma moral, maka
pelaksanaannya didasarkan pada keyakinan dan kesadaran masing-masing. Pelanggaran terhadap Pancasila sebagai pandangan
hidup berupa sanksi moral dan sosial. Orang yang tidak dapat
mengendalikan diri, suka memaksakan kehendak kepada orang lain tidak
akan dikenakan sanksi hukum. Hendaknya timbul rasa malu bagi yang
tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai pandangan
hidup mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut:
3) Pancasila sebagai ideologi
Negara.
Padmo Wahjono dalam (LPPKB, 2011 : 64) berpendapat bahwa ideologi
bermakna sebagai pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa,
berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan yang terealisasi
di dalam kehidupan berkelompok. Ideologi akan memberikan stabilitas
arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan gerak
menuju ke tujuan yang dicita-citakan. Sebuah ideologi harus mengandung gagasan
dasar, nilai dasar, konsep dan prinsip yang membentuk suatu sistem nilai yang utuh, bulat dan mendasar.
Konsep-konsep yang terdapat dalam Pancasila tidaklah berdiri sendiri,
tetapi merupakan suatu kesatuan sistemik dan integral. Dengan kata lain,
Pancasila memenuhi syarat bagi suatu ideologi. Konsep yang terdapat
dalam Pancasila merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia dari
Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, sehingga merupakan ideologi bagi bangsa Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila dapat dinyatakan sebagai ideologi
terbuka. Menurut Dr.
Alvian (LPPKB, 2011 :69) suatu ideologi terbuka memiliki tiga dimensi, yakni
:
1.
Dimensi realitas, bahwa
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut secara riil berakar dan hidup dalam masyarakat ;
2.
Dimensi idealisme, bahwa
ideologi tersebut memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik ; dan
3.
Dimensi fleksibilitas atau
dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan pengembangan pemikiran.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila mengandung nilai-nilai yang senyatanya,
secara riil terdapat dalam kehidupan di berbagai pelosok tanah air,
sehingga nilai-nilai tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman
sejarah bangsa. Nilai yang terkandung dalam Pancasila memberikan
harapan yang lebih baik, dan sekaligus menggambarkan cita-cita
yang ingin dicapai dalam kehidupan bersama. Pancasila juga memiliki
keluwesan yang memungkinkan dan bahkan mendorong pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan perkembangan zaman, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat dan jati
diri yang terkandung dalam nilai-nilainya.
Dalam mengimplementasikan Pancasila sebagai ideologi terbuka maka perlu
dibedakan antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis
yang terkandung dalam Pancasila. Nilai dasar merupakan nilai yang
terkandung dalam Pancasila yang bersifat tetap, tidak berubah dalam
menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Nilai Instrumental merupakan
nilai penjabaran dari nilai dasar dalam bentuk perundangundangan yang disesuaikan
dengan substansi yang dihadapi, namun tetap tidak menyimpang dari nilai dasarnya. Nilai praksis
merupakan nilai turunan dari nilai dasar dan nilai instrumental yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi sewaktu dan setempat.
Upaya implementasi ideologi Pancasila dapat ditempuh tiga tahap (LPPKB, 2011
:74-75) yakni :
1) Pemahaman (artikulasi) yang bermakna setiap
warga negara diharapkan memahami dengan benar konsep, prinsip,
dan nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila melalui dialog
interaktif dengan berbagai pihak, mempelajari sendiri dari dokumen
resmi yang tidak menyesatkan, mengadakan refleksi diri terhadap
pengalaman pribadi dan mengkaji pemikiran para ahli sehingga
diperoleh keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila;
2) Internalisasi yaitu proses menjadikan ideologi Pancasila
sebagai bagian dari hidup setiap warga negara. Konsep, prinsip dan nilai yang terkandung
dalam Pancasila dipergunakan sebagai acuan dalam penilaian terhadap segala
hal ihwal yang dihadapinya; 3) Aplikasi yang bermakna menerapkan konsep, prinsip, dan nilai Pancasila dalam kehidupan
nyata mencakup aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
keamanan maupun aspek-aspek lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar