Selasa, 12 September 2023

Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara.

 



Pada tanggal 8 Agustus 1945 tiga orang tokoh, yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta dan Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat berangkat menemui Jenderal Besar Terauchi, Saiko Sikikan di Saigon. Dalam pertemuan tersebut, Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. PPKI beranggotakan 21 orang termasuk Ketua dan Wakil Ketua.

Keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin menggelora untuk segera mendapatkan kemerdekaannya. Pada waktu itu, Sukarni yang mewakili golongan muda menghendaki pernyataan kemerdekaan dilakukan segera dan tanpa campur tangan PPKI, yang dianggap sebagai bentukan Jepang. Sementara Soekarno-Hatta menghendaki proklamasi dilaksanakan menghargai perbedaan dengan persetujuan seluruh anggota PPKI, karena tanpa PPKI (representasi wakil-wakil seluruh masyarakat Indonesia) akan sulit mendapat dukungan luas dari wilayah Indonesia. Perbedaan pendapat itu memuncak dengan “diamankannya” Soekarno-Hatta oleh golongan pemuda ke daerah Rengasdengklok dengan tujuan agar Soekarno-Hatta tidak terkena pengaruh PPKI yang pada saat itu menurut golongan muda merupakan bentukan Jepang.

Melalui perdebatan yang panjang, pada tanggal 16 Agustus 1945, terjadilah kesepakatan antara golongan muda dan SoekarnoHatta, sehingga dilanjutkan dengan dijemputnya Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok dan dilakukannya pertemuan di Pejambon sebagai proses untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tengah malam tanggal 16 Agustus 1945 dilakukan persiapan proklamasi di rumah Laksamana Maeda di oranye nassau boulevard (jalan Imam Bonjol no. 1 ). Telah berkumpul disana tokoh-tokoh Pemuda B. M. Diah, Sayuti Melik, Iwa Kusuma Soemantri, Chairul Saleh, dkk. Persiapan itu diperlukan untuk memastikan pemerintah Dai Nippon tidak campur tangan masalah proklamasi. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at jam 10 pagi waktu Indonesia barat, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmat.

Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya keseluruh dunia. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melaksanakan sidang pertama yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut:

  1.           Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kemudian hari dikenal     dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2.      .    Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil     presiden RI (yang pertama).
  3.       .    Membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR.

Hasil sidang PPKI kedua yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945, fokus pembahasannya adalah menyusun pemerintahan pusat dan daerah. Kemudian pada sidang berikutnya tanggal 22 Agustus 1945 merancang lembaga tinggi kelengkapan negara.

Tercatat dalam sejarah terjadi suatu peristiwa dimana dicapailah kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dikarenakan wakil-wakil Protestan dan Katolik dari daerahdaerah yang dikuasai  Angkatan Laut Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama dan mengancam akan mendirikan Negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.

Rumusan sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI dapat dilihat selengkapnya dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Termuatnya Pancasila dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 sejak semula dimaksudkan bahwa Pancasila berperan sebagai dasar negara Republik Indonesia, yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia. Karena landasan ini merupakan landasan yang sangat penting, maka Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

b. Pancasila sebagai Dasar Negara, Pandangan Hidup Bangsa dan Ideologi Negara.

1) Pancasila sebagai Dasar Negara.

Pancasila sebagai dasar negara bermakna:

· Sebagai sumber kaidah hukum konstitusional yang mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya, yaitu rakyat, wilayah dan pemerintah

· Mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Maksudnya seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila sebagai kaidah hukum konstitusional, pada dasarnya tidak berlaku dan harus dicabut. Sebagai dasar negara, Pancasila telah terkait dengan struktur kekuasaan secara formal

· Meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum dasar tertulis yang berwujud Undang-Undang Dasar maupun hukum dasar tidak tertulis yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan Negara.

Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum, maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi Pembukaan UUD 1945, yang kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkritkan atau dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.

Dalam rangka upaya implementasi Pancasila pada berbagai peraturan perundang-undangan perlu ditentukan nilai dasar yakni nilai yang dijadikan tujuan umum yang hendak diwujudkan dengan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai dasar tersebut antara lain : keadilan, kesejahteraan, keamanan, dan kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Nilai dasar tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental, agar dapat dilaksanakan sesuai dengan pola pikir Pancasila. Disamping itu paham nasionalisme juga mewarnai segala peraturan perundang-undangan, agar cita-cita bangsa sebagaimana yang dimaksud dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat terwujud. Nilai instrumental harus memperhatikan situasi dan kondisi, sehingga segala peraturan perundang-undangan dapat diterapkan secara kontekstual dan aktual, inilah yang disebut nilai praksis. Demikianlah wujud implementasi Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara bersifat konstitutif dan regulatif sehingga semua peraturan harus merupakan transformasi nilai-nilai Pancasila.

2) Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa.

Pancasila sebagai pandangan hidup mampu memberikan arah pada perilaku masyarakat Indonesia yag sesuai dengan nilai luhur yang diyakini kebenarannya. Manfaat Pancasila sebagai pandangan hidup adalah sebagai berikut :

1.        Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang dapat berdiri kokoh sebagai bangsa merdeka dan berdaulat.

2.        Sebagai pedoman pemecahan permasalahan yang dihadapi.

3.        Sebagai pedoman membangun dirinya sendiri dan hubungan dengan bangsa lain.

4.      Kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya

5.        Penuntun dan penunjuk arah bagi bangsa Indonesia dalam semua kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan di segala bidang. Agar dapat memahami Pancasila sebagai pandangan hidup dan memperluas wawasan, maka perlu dipahami hal-hal sebagai berikut :

6.      Nilai merupakan penentuan penghargaan atau pertimbangan tentang “baik atau tidak baik” terhadap sesuatu, kemudian dijadikan dasar, alasan atau motivasi untuk “melakukan atau tidak  melakukan” sesuatu (LPPKB, 2011 : 38). Nilai-nilai Pancasila adalah ukuran benar atau salah, baik atau tidak baik bagi warga negara secara nasional. Artinya, nilai-nilai Pancasila merupakan tolok ukur, penyaring dan penimbang bagi semua nilai yang ada pada bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai dasar yang bersifat abstrak dan universal. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila harus dijabarkan secara jelas, agar dapat dengan mudah dipahami, dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara. Nilai-nilai tersebut antara lain ; keimanan, kesetaraan, persatuan dan kesatuan, mufakat, dan kesejahteraan.

7.        Norma yaitu nilai yang dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia. Norma berasal dari bahasa latin yang artinya siku-siku, suatu alat untuk mengukur apakah suatu objek tegak lurus atau miring (LPPKB, 2011 :82-83). Demikian pula halnya dengan norma kehidupan, dipergunakan manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam bersikap dan bertindak. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum. Perkembangan nilai menjadi norma sangat tergantung dari pandangan masyarakat masing-masing serta tantangan zaman. Dan berbagai norma tersebut hanya norma hukum yang memiliki hak untuk memaksa, norma yang lain implementasinya bersendi pada kesadaran masyarakatnya.

8.     Etika Moral merupakan ilmu tentang kesusilaan, cabang dari filsafat yang membahas mengenai nilai dan norma yang meliputi hal ihwal yang selayaknya dikerjakan dan yang selayaknya dihindari. Etika adalah seperangkat nilai, prinsip, dan norma moral yang menjadi pegangan hidup dan dasar penilaian baik-buruknya perilaku atau benar salahnya tindakan manusia, baik secara individual maupun sosial dalam suatu masyarakat. Dengan demikian etika membahas mengenai nilai, prinsip dan norma yang merupakan bentuk praktek dari filsafat teoritis, yang selanjutnya dipergunakan sebagai acuan bagi manusia dalam bersikap dan bertingkah laku.

Sebagai pandangan hidup, Pancasila memberi tuntunan kepada manusia Indonesia. Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut sebagai way of life, weltanschauung, pandangan hidup, pegangan hidup atau pedoman hidup. Artinya, Pancasila dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan norma moral bagi bangsa Indonesia dalam bertindak dan berperilaku. Karena kedudukan nilai-nilai Pancasila disini sebagai norma moral, maka pelaksanaannya didasarkan pada keyakinan dan kesadaran masing-masing. Pelanggaran terhadap Pancasila sebagai pandangan hidup berupa sanksi moral dan sosial. Orang yang tidak dapat mengendalikan diri, suka memaksakan kehendak kepada orang lain tidak akan dikenakan sanksi hukum. Hendaknya timbul rasa malu bagi yang tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut:

1.   Membuat bangsa Indonesia berdiri kokoh dan memiliki daya tahan terhadap segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.
2.       Menunjukkan arah tujuan yang akan dicapai sesuai dengan cita-cita bangsa.
3.    Menjadi pegangan dan pedoman untuk memecahkan berbagai masalah dan tantangan di bidang  politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan nasional.
4.        Mendorong timbulnya semangat dan kemampuan untuk membangun diri bangsa Indonesia..
5.        Menunjukkan gagasan-gagasan mengenai wujud kehidupan yang dicita-citakan
6.     Memberikan kemampuan untuk menyaring segala gagasan dan pengaruh kebudayaan asing yang  menyusup melalui ilmu pengetahuan dan teknologi modern (LPPKB, 2011 :89-90).

3) Pancasila sebagai ideologi Negara.

Padmo Wahjono dalam (LPPKB, 2011 : 64) berpendapat bahwa ideologi bermakna sebagai pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan yang terealisasi di dalam kehidupan berkelompok. Ideologi akan memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan gerak menuju ke tujuan yang dicita-citakan. Sebuah ideologi harus mengandung gagasan dasar, nilai dasar, konsep dan prinsip yang membentuk suatu sistem nilai yang utuh, bulat dan mendasar.

Konsep-konsep yang terdapat dalam Pancasila tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan sistemik dan integral. Dengan kata lain, Pancasila memenuhi syarat bagi suatu ideologi. Konsep yang terdapat dalam Pancasila merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, sehingga merupakan ideologi bagi bangsa Indonesia.

Dengan demikian, Pancasila dapat dinyatakan sebagai ideologi terbuka. Menurut Dr. Alvian (LPPKB, 2011 :69) suatu ideologi terbuka memiliki tiga dimensi, yakni :

1.      Dimensi realitas, bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut secara riil berakar dan hidup dalam masyarakat ;

2.      Dimensi idealisme, bahwa ideologi tersebut memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik ; dan

3.      Dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan pengembangan pemikiran.

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila mengandung nilai-nilai yang senyatanya, secara riil terdapat dalam kehidupan di berbagai pelosok tanah air, sehingga nilai-nilai tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah bangsa. Nilai yang terkandung dalam Pancasila memberikan harapan yang lebih baik, dan sekaligus menggambarkan cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan bersama. Pancasila juga memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan mendorong pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan perkembangan zaman, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat dan jati diri yang terkandung dalam nilai-nilainya.

Dalam mengimplementasikan Pancasila sebagai ideologi terbuka maka perlu dibedakan antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis yang terkandung dalam Pancasila. Nilai dasar merupakan nilai yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat tetap, tidak berubah dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Nilai Instrumental merupakan nilai penjabaran dari nilai dasar dalam bentuk perundangundangan yang disesuaikan dengan substansi yang dihadapi, namun tetap tidak menyimpang dari nilai dasarnya. Nilai praksis merupakan nilai turunan dari nilai dasar dan nilai instrumental yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sewaktu dan setempat.

Upaya implementasi ideologi Pancasila dapat ditempuh tiga tahap (LPPKB, 2011 :74-75) yakni :

1) Pemahaman (artikulasi) yang bermakna setiap warga negara diharapkan memahami dengan benar konsep, prinsip, dan nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila melalui dialog interaktif dengan berbagai pihak, mempelajari sendiri dari dokumen resmi yang tidak menyesatkan, mengadakan refleksi diri terhadap pengalaman pribadi dan mengkaji pemikiran para ahli sehingga diperoleh keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila;

2) Internalisasi yaitu proses menjadikan ideologi Pancasila sebagai bagian dari hidup setiap warga negara. Konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila dipergunakan sebagai acuan dalam penilaian terhadap segala hal ihwal yang dihadapinya; 3) Aplikasi yang bermakna menerapkan konsep, prinsip, dan nilai Pancasila dalam kehidupan nyata mencakup aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan maupun aspek-aspek lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opening Ceremony Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI Gelombang 31

  Poto Dok. Sigid PN Tidak terasa Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) PGRI sudah memasuki Gelombang 31. Untuk acara Opening Ceremony KBMN...